Rabu, 18 Juni 2008

Mencari sasaran Tembak

by.NiekZ
Saya sangat terkesan melihat Robinhood. Ia terkenal dengan ketepatannya mempergunakan busurnya untuk membidik sasarannya. Ia menjadi pahlawan ketika menghadapi musuhnya. Jarang sekali ia gagal dalam membidik, seolah sudah diciptaka sebagai satu-satunya contoh yang akurat di dalam sisi perhitungan di setiap film yang dibintanginya. Kekaguman saya semakin bertambah, ketika ia pada akhirnya mempergunakan seluruh kemampuan ketelitiannya untuk mengalahkan lawannya. Dan akhirnya, di setiap ujung ceritanya, ia menjadi pahlawan kebenaran. Tidak jauh berbeda dengan cerita Robinhood, penembak jitu di korps militer dilatih khusus untuk dapat menembak dengan tepat. Biasanya dimulai dengan ketepatan membidik lingkaran angka-angka di papan tembakan, sampai kepada membidik boneka yang diletakkan dari dekat sampai jauh. Setiap satu peluru yang ditembakkan tidak boleh sia-sia, diwajibkan tepat dan pas pada sasarannya. Hanya saja, penembak jitu selain bertujuan untuk menegakkan kebenaran ‘seperti cerita Robinhood’, iapun ditugaskan secara khusus untuk menembaki tokoh criminal atau orang-orang yang mengancam kehidupan orang lain, bahkan menembak tahanan yang telah dijatuhi hukuman mati.

Saya pernah bertanya kepada seorang teman yang berada di garis depan korps militer. Ia pernah ditugaskan di Libanon, dan berada persis di daerah rawan militer. Saya menanyakan apakah ia pernah menembak orang sampai tewas. Ia menjawab dengan nada ringan bahwa itu sudah menjadi bagian tugasnya sebagai penjaga garis depan. Saya mendesak untuk menanyakan dimana hati nuraninya dikala ia melaksanakan tugasnya. Dengan santai juga ia menjawab bahwa, hati nurani hanya bergejolak saat pertama kali dan kedua kali melakukannya, setelah itu menjadi kebal. Saya kembali mendesak apakah ia tidak takut pada penghukuman Tuhan? Ia hanya menggeleng dan memberi pendapat bahwa ia memilih untuk menjadi alat Negara. Oleh sebab itu, segala hal yang berhubungan dengn kewajiban terhadap pekerjaan harus dilaksanakan. Jika itu mengakibatkan Tuhan menghukum dirinya, itu adalah konsekuensi nantinya. Dan iapun ingat bahwa pembalasan adalah hak Tuhan.

Saya juga sering mendengar bahwa dua orang yang saling mencintai pada akhirnya memilih jalan sendiri-sendiri. Artis, tetangga, saudara, kerabat, teman kerja kita, saat memilih untuk menjauh dari aura kita, sering kali diakhiri dengan saling tuding menuding. Entah itu siapa yang benar dan salah, buntutnya adalah saling menyalahkan. Barulah perpisahan itu terjadi. Suasana yang panas dan saling mencari kelemahan lawannya, seringkali menjadi proses yang harus dilalui. Setelah mencapai klimaksnya, kemudian barulah terjadi perpisahan sebagai anti klimaks. Andai itu pernah menyimpan memori yang baik, mengapa harus bertikai dulu sebelum mengakhirinya?

Fakta seperti ini seolah menjadi penanda bahwa seringkali, kita berusaha untuk mencari tahu kelemahan dan kesalahan orang lain barulah kemudian menembaknya dengan jitu. Jika sudah memiliki kartu AS lawan, maka yang terjadi kemudian adalah kita seperti memburu harta karun. Segala yang buruk menjadi lebih kelihatan dari pada yang baik. Segala yang indah dulunya menjadi tidak berarti seolah sumir dan tawar. Jadi, niatan Robinhood dan penembak jitu untuk menegakkan kebenaran berbeda arah dengan saat kita mempergunakan kesalahan dan kelemahan teman, sahabat, orang yang kita cintai, rekan kerja, untuk kemudian menghantamnya kembali. Semula yang indah dengan penuh romantika menjadi kehilangan makna dengan banyaknya kekecewaan yang kita pendam. Semakin kita memaafkan teman yang terdekat sekalipun tanpa mengkomunikasikan kesalahan yang sebenarnya, maka itu akan menjadi seperti gunung es yang suatu saat akan mengalami letusan. Memendam masalah itu bukan solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Tidak kalah penting juga, ketika kita berada di pihak yang sedang dievalusi, benar tidaknya tindakan kita, nyaman tidaknya perasaan orang yang sedang berada disekitar kita, kitapun sewajarnya terbuka dengan setiap perubahan, baik perubahan suasana hati orang lain, pikiran orang lain bahkan kritikan orang lain. Memang tidak segampang seperti kata “gitu aja kok repot”, tetapi apabila kita memaknai istilah tersebut, maka kita akan melihat perbedaan dan perubahan itu sebagai suatu dinamika. Simpelnya, cobalah untuk mengkomunikasikan dengan tepat dan dengan orang yang tepat apa-apa yang tidak mengena di hati. Terimalah setiap masukan dan krikitikan dengan baik, seperti istilah positive thinking. Lalu lalukanlah perubahan itu jika itu demi tujuan yang baik, jika tidak maka komunikasikan kembali agar tidak terjadi kesalahan yang berlarut-larut. Cobalah, mungkin bermanfaat

Tidak ada komentar: