Pernah merenungkan apa yang terjadi di sekeliling kita? Yang pasti, tidak hanya melihat, tetapi memikirkan apa yang benar terjadi disekitar kehidupan kita. Coba lihat, ada yang sedang smsan, dan ketawa-ketiwi membaca apa yang tertulis di ponselnya. Ada lagi yang sedang duduk menunggu bus yang akan mengantarnya ke tempat kerja. Yang lain sedang duduk di taman, menyilangkan kaki sambil membaca koran dan meneguk soft drink. Bahkan terlihat, di bawah pohon yang rindang, ada dua orang anak
manusia berbeda jenis sedang bercerita dan sesekali berpelukan mesra.
Liat lagi di sisi lain, ada yang memakai pakaian compang-camping sedang mengulurkan kaleng berharap diisi sedikit uang. Sedang yang lain, mendendangkan lagu sambil mengulurkan tangan atau sekedar kantung permen kosong, meminta diisi koin, berharap ada juga yang memberi uang kertas dan tentu sebatang rokok. Jangan lupa, ada juga ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya di traffic light, tidak memperdulikan apakah teriknya sinar matahari bisa membuat anaknya kehausan dan kesakitan, yang penting ada tangan yang terulur dari dalam kaca mobil memberikan uang di telapak tangannya.
Kalau bisa liat lagi yang lain, ada bapak yang turun dari mobil mewahnya sembari tersenyum manis di depan wartawan yang sedang menunggunya keluar dari rumah mewahnya, berharap ada sedikit keterangan keluar dari mulutnya tentang rumor kasus suap rekannya. Bisa ditebak, ada bodyguard yang sedang memamerkan ototnya untuk menjaga tuannya agar tidak didekati kuli tinta dan kuli bibir (istilah saya buat penggosip). Seakan tidak mau kalah, ada sekelompok pria berotot sedang main kartu, sesekali ketawa keras-keras, seakan memberi petunjuk tidak boleh ada orang lain yang “macam-macam” di kampungnya.
Semua itu baru sebagian kecil dari apa yang sedang terjadi di sekeliling kita. Apakah kita pernah memikirkan aktivitas orang lain yang ada di sekeliling kita? Ataukah malah kita menjadi tidak respek dan masa bodoh, dengan asumsi bahwa itu urusannya, bukan urusanku. Atau malah lagu Emang Gw Pikirin teradaptasi dalam pikiran dan hasilnya, kitapun bertindak masa bodoh.
Sulit memang, di zaman ini untuk terlalu perduli dengan sekeliling kita. Sebab, kita bisa dianggap heroic kesiangan. Atau kita akan dianggap reseh banget. Bayangkan saja, di saat ini jika kita memberi uang kepada gepeng dan pengamen, ada saja pihak-pihak yang complain karena meragukan niat baik kita. Ada yang menganggap ada udang dibalik bakwan (sedikit bercanda).
Atau memang benar, keinginan kita telah dicemari dengan kepentingan politis dan popularitas. Membantu dengan seribu keinginan dibelakang suatu tindakan. Tidak ada yang menyangka, seorang tokoh terkenal bisa saja membagi-bagikan sembako disejumlah panti asuhan, tetapi sebelumnya memanggil wartawan untuk meliput pekerjaan sosialnya.
Susah ya, hari gini terlalu perduli susah, tidak perduli juga dianggap sombong. Tetapi, sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan kita. Tidak ada yang bisa hidup sendirian di dunia ini. Jadi orang lain ternyata penting buat kita, dan kitapun menjadi penting bagi orang lain. Sebagai makhluk sosial, interaksi terhadap sesama menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Dampaknya, setuju tidak setuju orang lain sama pentingnya dengan kehadiran kita.
Kalau sudah begitu, efeknya menjadi positif. Dengan mulai memandang orang lain sama pentingnya dengan kehadiran kita, maka kita akan menjadi lebih empati terhadap orang lain. Tidak mengabaikan embel-embel ‘terpaksa demi kepentingan tertentu’, pergeseran akan terasa jika memulai dengan orietasi bahwa orang lain itu penting. Perhatian, dukungan dan motivasi yang kita berikan kepada orang lain akan mengalir berasal dari sebuah kejujuran hati nurani. Dampaknya, setuju tidak setuju orang lain menjadi bagian hidup yang sama penting buat kita.
Terakhir, jika kita telah menyadari orang lain penting, apakah masih manjur lagi jika kita berkata “Emangnya Gue Pikirin?”……
Sabtu, 19 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar