Senin, 27 Oktober 2008

Sumpah Pemuda.....sudah 80 Tahun lho!

Hari ini tepat 80 tahun lalu Sumpah Pemuda diucapkan dengan tekad Bersatu dari semua kepelbagaian. Tidak terasa, waktu terus bergulir. Kalau diumpamakan buah kelapa, usiannya sudah cukup tua dan banyak minyaknya. Sudah cocok untuk dijadikan santan yang kental dan enak. Kalau diumpamakan padi, usianya sudah siap untuk dipanen, semakin hari semakin gemuk bulirnya dan merunduk. Lalu kalau diumpamakan manusia, ia sudah tua dan lebih bijak karena pengalaman hidup sudah sangat banyak.

Tetapi tidak segampang itu mengandai-andai hari bersejarah itu. Seorang Mattulada pernah berkata bahwa generasi muda itu mampu melihat fajar sebelum orang lain sempat melihat matahari(dikutip dari kompas hari ini)
Bayangin aja, jika Pemuda itu diibaratkan seperti itu maka Pemuda selayaknya lebih tajam dan memiliki indera kuat dalam menyikapi segala permasalahan yang terjadi di masa kini. Ia bahkan diyakini mampu menata ulang pemikiran yang salah dari generasi sebelumnya, lalu kemudian menciptakan suatu gebrakan pencerahan yang penting untuk sebuah reformasi.

Saya jadi teringat waktu masa reformasi dulu di tahun 1998. Pemudalah yang memprakarsai semangat Reformasi sehingga Rezim Orde Baru itu runtuh. Pemuda dari berbagai kalangan, daerah, dan usia, bersatu-bertekad-bersuara demi runtuhnya Rezim otoriter.

Lalu, sekarang, setelah 80 tahun berlalu, dan setelah 9 tahun sebuah Reformasi yang diperjuangakan itu, berlalu sudah...apa yang baru lagi dari Pemuda? Saya melihat tayangan TV dimana-mana perayaan Sumpah Pemuda berkisar pada Upacara, Retorika dan Orasi. Ada sejumlah media yang mengadakan lomba intelektual seputar Sumpah Pemuda. Hanya saja, coba lihat hal lain. Tidak sedikit tawuran antar pelajar meresahkan. Banyaknya yang menyebut dirinya Pemuda justru menjadi preman, perempuan nakal dan sejumlah predikat negatif lainnya sudah ada tertera di badge yang dibuat Pemuda itu sendiri.

Sungguh naif bila menyebut semua Pemuda seperti itu. Ada sejumlah Pemuda yang mengukir sejumlah prestasi di luar negeri. Tidak sedikit yang mampu mengalahkan negara lain dalam berbagai olimpiade intelektual.

Tidak sedang beromantis pada hari ini, setidaknya kenangan perjuangan bersatunya semua Pemuda dalam mengikrarkan sumpah Sehati-Sepikir dalam memperjuangankan kebenaran dan keadilan di tengah masyarakat, hendaknya tetap dipelihara, konsisten dan kritis. Pemuda sudah matang, Pemuda sudah pantas, Pemuda sudah bijak...jadi jangan menunggu generasi ini selesai.



Klik disini untuk baca selengkapnya..

Kamis, 23 Oktober 2008

Nenong Tante!!

Sudah sebulan ini Finley dan Farold, dua ponakan ganteng dan lucu, yang satunya berumur 3 tahun, yang satunya 1 tahun 8 bulan, tinggal di rumah kami. Rumah yang dulu biasanya dihuni 4 orang (kini tanpa papa lagi), plus Miki_anjing kesayangan adikku, sekarang riuh dengan tingkah pola kedua buah hati abang saya, ditambah ipar saya. Bisa dibayangkan, rumah yang setiap hari sunyi_saya dan adik saya sibuk dengan aktivitas masing-masing, mendadak riuh dengan teriakan “jangan!” ,“ga boleh”, “nakal ya!” dan beberapa sinonimnya. Saya sampai terkadang marah, tetapi dipendam karena ponakan seolah tidak perduli apakah tantenya nyaman dengan ulah mereka. Hahaha..tapi itulah mereka, sayapun pernah sekecil mereka, dan karena itu saya pun harus selalu
mencoba memikirkan apa yang mereka pikirkan. Duh….

Seperti hari-hari sebelumnya, sebelum saya pergi seperti biasa saya mencium pipi Finley dan Farold. Alhasil, si kecil farold sambil berlari dengan kedua tangan ke atas, berteriak :”nenong tante”. Sayapun langsung menggendongnya, walau hanya sebentar karena terburu-buru harus segera berangkat. “Ga nyerah juga nih anak” bisikku dalam hati. Abisnya, dia seolah punya lem di badannya, tidak mau melepas dirinya dari pelukan. Mau tidak mau, saya harus bilang,”sayang, tante mau pergi dulu ya…” sambil mengecup pipinya.

Di jalan, sambil terus hari-hati pada pengendara motor lainnya tentunya, saya berpikir kembali mengingat peristiwa tadi. Saya baru ingat kalau Farold sering kali berlari-lari mendekati saya, sambil menaruh kedua tangannya di atas kepalanya, dan berteriak “ nenonggggggggggg tanteeeeeeee”, merengek dengan mata yang lucu. Saya geli mengingatnya. Tapi kemudian saya jadi berpikir, sepertinya setiap kali saya terlihat rapi (baca: seperti hendak bepergian), ataupun sedang memegang motor, dia melakukan hal yang sama. Tetapi, saat saya santai, duduk, hendak mengendongnya, dia berlari menjauh sambil berterik “mauuuuuuuuuuu” (bahasanya ga mau) ataupun “asssssssss” (bahasanya awas).

Hahahaa…saya jadi tertawa sendiri sepanjang jalan. Ternyata seorang anak kecil, berusia 1 tahun 8 bulan, sedang melalukan taktik politik terhadap tantenya. Saat dia memiliki keinginan tertentu, dia baru akan datang mendekat dan merayu. Saat keinginannya tuntas, maka iapun akan menjauh.

Lalu, sadar tidak kalau kitapun seringkali melalukan hal yang sama. Saat kita ada maunya terhadap orang lain, saat kita ada kepentingan tertentu terhadap orang lain, saat itu juga kita akan menjadi orang yang approachable. Welcome pada siapapun, ramah dan penuh senyum pada siapun. Bahkan kadang-kadang kelewatan menurut saya, jika ada maunya maka untuk mencapai tujuan “itu” dengan mudah membuka relasi terhadap yang berkentingan, menderma, visitasi dan segudang aktivitas lainnya.

Sesudah itu, selayak abis manis sepah dibuang. Tidak ada keramahan, tidak ada tangan yang terentang tadi, yang ada hanya “buang muka” seolah tidak pernah kenal. Gampang sekali melihat sinonimnya, apa pernah memperhatikan janji-janji calon pemimpin? Biasanya selalu menjanjikann yang indah-indah, membuka rumah untuk makan bersama, pengadaan fasilitas ini-itu. Apa dikata, setelahnya…kayak amnesia berat syukur aja tidak mejadi penyakit alzeimer , berkunjungpun ke daerah bencana hanya untuk nyetor wajah. Baru-baru ini (duh maaf kalau tersinggung) teman saya pernah berkata “ntar kalau nanti saya tidak ada kerja lagi, maka saya akan dekati dia (musuh bebuyutannya). Saya akan baikan dengan dia, dia kan orangnya kalau dibaik-baiki langsung menolong” Cuih…sebusuk apa rencana itu?

Tidak terasa saya sudah sampai ke tempat tujuan saya. Pikiran saya kembali melayang kepada Farold, kangen juga pada politik approachnya  Semoga kalau sudah besar nanti tidak lagi berpolitik seperti itu..lalu, bagaimana dengan Kita? Saya berasumsi, kalau kita tidak pernah melalukan hal yang sama, jika ya berarti apa bedanya dengan Farold, seorang anak berusia 1 tahun 8 bulan? Haiya…



Klik disini untuk baca selengkapnya..

Rabu, 22 Oktober 2008

No return

Kemarin saya mengunjungi blog milik teman baik saya. Saya sangat tertarik pada tulisannya “no return..” Kesan pertama judulnya sangat menarik.

Biar saya jelasin lebih dahulu apa yang ditulisnya. Baginya, ketika sudah memilih satu jalan hidup, commitment and faithful on that way harus selalu berbarengan. Kelihatannya mudah, tetapi ternyata, jalan yang ditempuh dalam “mempertanggungjawabkan” pilihan jalan hidup itu susahnya bukan main. Awalnya memang penuh semangat, ditengah jalan seringkali harus terengah-engah untuk tetap berjalan di jalan yang sama.

Kalau bisa saya terjemahkan begini. Perjalanan hidup jika mengalami pergeseran pijakan, sudut tempuh jalan yang berbeda makin lama akan tercipta. Sedikit demi sedikit jalan hidup akan melenceng dan lama kelamaan, entah disadari atau tidak, titik perhatian hidup kitapun akan berbeda dari standar pilihan hidup terbaik. Nah, kalau sudah begini bukan siapun yang disalahkan…selain diri sendiri. Akibatnya seringkali penyesalan akan timbul dikemudian hari. Kayak orang lain selalu bilang, buat apa menyesal nasi sudah menjadi bubur. Pada intinya tidak mungkin kembali ke masalalu untuk mengubah apa yang sedang dijalani sekarang ini.

Lalu saya termangu, sekian jam saya berpikir melihat ke diri saya sekarang ini. Tidak gampang membuat hidup ini konsisten pada jalannya. Saya termasuk orang yang gemar mencoba hal-hal yang baru, walaupun teman saya sering kali berkata “kayak sedang mencoba gantung leher sendiri”. Hehehe, saya hanya tertawa setiap kali saya ketiban masalah. Jika ada masalah biasanya, mulai mereka-reka apa yang kemudian akan terjadi, parahnya seringkali saya malah milih escape dari masalah itu sendiri(Baca: melarikan diri, membuat dunia baru, lalu berjalan lagi dari nol)

Tenyata benar, itu bukan saja akan membawa dampak negative, bahkan dampak negativenya bisa seperti bom waktu, penyesalan dan putus asa suatu saat kelak. Baru-baru ini saya menyesali banyak kejadian di masa lalu yang menurut saya tidak seharusnya saya lalukan. Tapi tidak mungkin kembali untuk merubahnya kan? Apakah bisa membuat baju yang sudah usang menjadi baru kembali. Itu bagaikan membuat api di dalam sumur .

Tetapi apakah hanya sampai disitu saja semuanya? No return…menakutiku kembali dan menerorku. Saya kembali berdiskusi dengan hatiku, kesempatan untuk kembali ke masa lalu tidak akan pernah terjadi sampai ajal datang. Menyerahkah?? Tenyata masih ada kesempatan. Kesempatan untuk memperbaiki diri saat sekarang ini untuk dapat menjalani pilihan hidup yang benar terbuka lebar. Kualitas dan penghormatan terhadap diri sendiri ternyata masih tetap dapat dibuktikan. Jadi, sebelum terlambat benahilah sekarang segala yang compang-camping di masa lalu. Masa lalu tidak mungkin bisa dirubah, masa sekarang adalah yang dijalani dan masa depan adalah bukti perjalanan hidup masa sekarang. (Thank you, Ry)


For my beloved Daddy….I love you much, more than you’ve ever known



Klik disini untuk baca selengkapnya..

Rabu, 13 Agustus 2008

Iklan dan Pesannya

Ngikutin ga kalo sekarang banyak tuh orang beken masang iklan dimana-mana guna naikin pamor di mata orang laen. Kalo diperhatikan, iklan yang dipasang itu selalu mengarahkan pikiran audience pada sosok yang mengagumkan, hero, humble, rajin menolong, jujur dan seabrek identitas lain. Wah pokoknya manusia perfect deh. Ga ada iklan yang menggambarkan tokoh antagonis, hobi gonta-ganti pasangan, suka di"suap", pokoknya sesuatu yang real tentang dirinya.

Bertolak belakang banget ya dengan hakikat manusia yang jelas "tidak ada yang sempurna". Kecuali Dia yang maha Kuasa. Sayangnya, hal ini seringkali dilupakan oleh sebagian orang, bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna, dan bahwa manusia itu juga manusia. Lha, tokoh atau sosok beken itu juga manusia kan?

Di sisi lain, dahsyatnya pengaruh iklan ini luarbiasa besarnya. Justru hal inilah yang membuat siapun yang hendak memasarkan sesuatu membuat iklannya sebagus dan seindah mungkin, memuat pesan-pesan positif. Sesuatu yang terus menerus dilihat, didengar, lama kelamaan akan memberikan pengaruh di otak manusia, dan mengingat apa yang dipesenin iklan tadi. Nah, kalo begini akibatnya dapat ditebak, memory manusia akan mengingat terus-menerus apa yang disampaikan oleh iklan. Bayangin aja, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah kita coba dan kita liat, ketika iklan sudah menjejali pikiran kita, lambat-lambat kitapun tertarik untuk cari tau, apa itu, dah akhirnya mencobanya.

Sayang sekali, jika kesadaran mengenai dampak positif dan negatif yang ditimbulkan iklan kurang di sadari. Harusnya, ada iklan lain yang menjadi iklan kontra dan independent, memuat pesan lain "agar hati-hati dengan seabrek iklan", pernah ga ya. Aku sampai sekarang belum pernah tahu sih.

Melihat maraknya iklan tokoh beken sekarang ini, saya sedikit berharap, agar tidak terlena dengan kebaikan dan kemahasempurnaan tokoh yang ditayangin. Dia juga manusia, makan nasi sama seperti kita, memiliki hati yang bergejolak, pikiran yang kadang-kadang mengandalkan sisi kemanusiaan seseorang. Jadi, jangan terpegaruh. FYI, Pemilu dah tinggal menghitung ratusan hari, ga lama lagi, jadi......hmmm bisa ditebakkan?


Klik disini untuk baca selengkapnya..

Senin, 11 Agustus 2008

Kalau Rem lagi Blong

by.Niek
Pernah terpikir nggak, kenapa mobil bisa berhenti, kenapa motor bisa melaju lambat? Ternyata ada suatu alat yang sangat penting, yang mau nggak mau harus selalu ada. Nah, bisa ditebak alat itu namanya REM. Kalo menurut kamus Bahasa Indonesia, rem adalah alat untuk memperlambat atau menghentikan gerakan atau putaran. Jika rem tidak ada, maka pasti nggak kebayang, akan terjadi chaos di sana-sini. Mobil yang bergerak makin cepat akan menabrak mobil lain yang memilki kecepatan yang sama, truk gandeng akan menabrak sedan, becak mesin akan menabrak sepeda motor, kapal laut akan menabrak karang besar. Nggak kebayangkan hasilnya jika rem itu tidak ada.

Kalo kita pikir lagi, jika perusahaan kayu remnya lagi blong. Pastinya, penebangan hutan akan dimaksimalkan. Yang penting produksi kayunya terus berkesinambungan. Entah bagaimana, pejabatpun bisa terseret-seret, asal hutan bisa dibabat, kayu bisa diperoleh, tebang saja, kalo perlu oli pelicin masuk ditangan mereka yang berkuasa melegalkan.
Bagaimana lagi jika seorang artis terkenal remnya lagi blong. Bukan hal yang baru lagi kan, jika banyak yang terkenal karena sebelumnya memberi sentuhan-sentuhan mengggoda kepada pencari bakat. Akibatnya, bagai bom yang meledak dengan keras, iapun terkenal dengan materi yang berlimpah, dengan perbuatan menyimpang seperti menggoda suami orang, skandal seks dengan orang ternama, utang yang nggak habis-habisanya, sampai overdosis karena narkoba. Baru-baru ini seorang artis cantik, berinitial SM, punya pacar ganteng RD dijaring polisi karena nyabu. Miris.
Coba lihat jika suami remnya lagi blong, wah..kebayang nggak. Uang jarang disetor kepada istri karena mengalir lebih dahulu ke dapur istri-istri tersembunyi. Mulai belajar bersilat lidah, dengan dalih lembur, mulai jarang di rumah. Pekerjaan diselesaikan di ‘kantor bar” ataupun meja kantor berganti “di hotel”. Pulang di rumah, langsung capek, tidur membelakangi istri.Kayak kasus AN yang beristri diva dangdut, wah bukan hanya menerima uang suap, tapi ternyata menodai kesucian ranjang rumah demi ayam kampus.
Lain cerita jika istri yang remnya lagi blong. Kerjaannya shopping mulu, mengoptimalkan uang dari suami. Smsan dengan brondong, alhasil anak ga terurus, rumah berantakan, suami jadi naik darah dan..tebak sendiri hasilya.

Sebenarnya, sesuai fungsinya rem adalah alat vital yang wajib selalu ada dan di service. Saya pemakai sepeda motor, tiap sebulan sekali, kain rem harus dicek, apa masih oke atau sudah aus. Sehingga pengendara tidak jatuh apabila mengendarai kendaraannya. Jadi, lihatlah betapa pentingnya memperhatikan rem itu sendiri.

Demikian dalam perjalan hidup, dibutuhkan pengendalian diri terhadap keinginan diri, menurut istilahnya pengendalian segala hal kedagingan. Setiap keinginan kedagingan tidaklah awet dan gampang busuk. Namanya saja daging, tidak ada yang bertahan lama. Hawa nafsu, amarah, kedengkian, persetubuhan, persetubuhan, kecintan uang, dan banyak hal lain yang berasal hati. Jika rem sudah tidak ada, maka keingianan daging itu menjadi raja atas diri kita. Tidak ada yang mampu mengendalikannya karena kita sendiripun tidak mampu. Ingatlah, yang utama bukan keinginan itu sendiri, tapi yang terpenting adalah bagaimana cara kita mempertanggungjawabkan keinginan kita terhadap Tuhan.
(terinspirasi dari suatu dialog diTV)

Klik disini untuk baca selengkapnya..

Sabtu, 19 Juli 2008

EGP (Emangnya Gw Pikirin), benarkah?

Pernah merenungkan apa yang terjadi di sekeliling kita? Yang pasti, tidak hanya melihat, tetapi memikirkan apa yang benar terjadi disekitar kehidupan kita. Coba lihat, ada yang sedang smsan, dan ketawa-ketiwi membaca apa yang tertulis di ponselnya. Ada lagi yang sedang duduk menunggu bus yang akan mengantarnya ke tempat kerja. Yang lain sedang duduk di taman, menyilangkan kaki sambil membaca koran dan meneguk soft drink. Bahkan terlihat, di bawah pohon yang rindang, ada dua orang anak
manusia berbeda jenis sedang bercerita dan sesekali berpelukan mesra.

Liat lagi di sisi lain, ada yang memakai pakaian compang-camping sedang mengulurkan kaleng berharap diisi sedikit uang. Sedang yang lain, mendendangkan lagu sambil mengulurkan tangan atau sekedar kantung permen kosong, meminta diisi koin, berharap ada juga yang memberi uang kertas dan tentu sebatang rokok. Jangan lupa, ada juga ibu-ibu yang sedang menggendong anaknya di traffic light, tidak memperdulikan apakah teriknya sinar matahari bisa membuat anaknya kehausan dan kesakitan, yang penting ada tangan yang terulur dari dalam kaca mobil memberikan uang di telapak tangannya.

Kalau bisa liat lagi yang lain, ada bapak yang turun dari mobil mewahnya sembari tersenyum manis di depan wartawan yang sedang menunggunya keluar dari rumah mewahnya, berharap ada sedikit keterangan keluar dari mulutnya tentang rumor kasus suap rekannya. Bisa ditebak, ada bodyguard yang sedang memamerkan ototnya untuk menjaga tuannya agar tidak didekati kuli tinta dan kuli bibir (istilah saya buat penggosip). Seakan tidak mau kalah, ada sekelompok pria berotot sedang main kartu, sesekali ketawa keras-keras, seakan memberi petunjuk tidak boleh ada orang lain yang “macam-macam” di kampungnya.

Semua itu baru sebagian kecil dari apa yang sedang terjadi di sekeliling kita. Apakah kita pernah memikirkan aktivitas orang lain yang ada di sekeliling kita? Ataukah malah kita menjadi tidak respek dan masa bodoh, dengan asumsi bahwa itu urusannya, bukan urusanku. Atau malah lagu Emang Gw Pikirin teradaptasi dalam pikiran dan hasilnya, kitapun bertindak masa bodoh.

Sulit memang, di zaman ini untuk terlalu perduli dengan sekeliling kita. Sebab, kita bisa dianggap heroic kesiangan. Atau kita akan dianggap reseh banget. Bayangkan saja, di saat ini jika kita memberi uang kepada gepeng dan pengamen, ada saja pihak-pihak yang complain karena meragukan niat baik kita. Ada yang menganggap ada udang dibalik bakwan (sedikit bercanda).

Atau memang benar, keinginan kita telah dicemari dengan kepentingan politis dan popularitas. Membantu dengan seribu keinginan dibelakang suatu tindakan. Tidak ada yang menyangka, seorang tokoh terkenal bisa saja membagi-bagikan sembako disejumlah panti asuhan, tetapi sebelumnya memanggil wartawan untuk meliput pekerjaan sosialnya.

Susah ya, hari gini terlalu perduli susah, tidak perduli juga dianggap sombong. Tetapi, sebagai makhluk sosial, kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan kita. Tidak ada yang bisa hidup sendirian di dunia ini. Jadi orang lain ternyata penting buat kita, dan kitapun menjadi penting bagi orang lain. Sebagai makhluk sosial, interaksi terhadap sesama menjadi suatu kebutuhan yang tidak terelakkan. Dampaknya, setuju tidak setuju orang lain sama pentingnya dengan kehadiran kita.

Kalau sudah begitu, efeknya menjadi positif. Dengan mulai memandang orang lain sama pentingnya dengan kehadiran kita, maka kita akan menjadi lebih empati terhadap orang lain. Tidak mengabaikan embel-embel ‘terpaksa demi kepentingan tertentu’, pergeseran akan terasa jika memulai dengan orietasi bahwa orang lain itu penting. Perhatian, dukungan dan motivasi yang kita berikan kepada orang lain akan mengalir berasal dari sebuah kejujuran hati nurani. Dampaknya, setuju tidak setuju orang lain menjadi bagian hidup yang sama penting buat kita.

Terakhir, jika kita telah menyadari orang lain penting, apakah masih manjur lagi jika kita berkata “Emangnya Gue Pikirin?”……
Klik disini untuk baca selengkapnya..

Rabu, 16 Juli 2008

Maafkan Dia

Berhadapan dengan orang yang pernah menyakiti hati memang membutuhkan kekuatan ekstra. Saya mengatakan ini sebagai keberanian untuk berhadapan. Tidak gampang untuk menemui seseorang yang pernah meninggalkan bekas luka di dalam hati. Saya pernah ditemui oleh seorang wanita yang sekian tahun memendam rasa kepedihan dan kebencian di dalam hatinya terhadap seorang pria yang pernah dicintainya. Sudah sekian tahun pacaran, pria tersebut pada akhirnnya memutuskan hubungan sepihak dengan alasan ketidakmapanan diri. Pernyataan itu seolah menjadi palu yang memukul hatinya, dan menjadi pisau yang membedah jantungnya. Terasa sekian tahun pacaran menjadi sia-sia hanya karena keadaan pria yang memikirkan dirinya belum matang.
Hari-hari yang dilalui wanita itu tidak gampang. Dimulai dengan menyalahkan diri sendiri. Wanita itu mulai berpikir bahwa selama ini, dirinya belum memberi yang terbaik bagi teman prianya. Selanjutnya, bisa diduga bahwa keadaan menjadi tambah parah saat wanita tersebut tidak mampu mencurahkan isi hatinya kepada oranglain. Ia menjadi terpukul dan sering menangis, bahkan pernah berkeinginan untuk bunuh diri.
Sekian tahun kemudian, wanita itu mendengar kabar bahwa pria yang pernah dicintainya akan menikah dengan wanita yang bukan lain adalah sahabat teman prianya itu. Tidak ayal lagi, kenyataan itupun seolah membuka kisah lama yang menyakitkan. Berbulan-bulan kenyataan yang pahit itu harus diterimanya sebagai suatu garis kehidupan. Tanpa terdua, pria itu kemudian datang untuk meminta maaf atas kenyataan pahit di masa lalu. Bak oase dipadang gurun, wanita itu memaafkan teman prianya. Episode melankolik itu berakhir dengan kata MAAF
Dari kisah pedih di atas, yuk kita melihat pada diri kita. Tidak hanya melulu kisah cinta. Saat hati kita pernah dilukai oleh sahabat, saudara, bahkan orangtua kita, pernahkah kita menghadapinya dengan tenang? Ataukah masih membawa kepedihan sampai tidak mampu untuk memaafkan?
Coba pikirkan sejenak, siapapun pernah berbuat kesalahan. Tidak ada yang sempurna dalam bertindak. Jangan jangan malah orang yang menjadi duri dalam daging buat kita telah melupakan peristiwa yang menyakitkan itu, atau jangan jangan iapun tengah enjoy dalam kehidupannya. Masakan kita membiarkan kita terpenjara dalam pikiran bodoh sampai terus-menerus terluka bahkan menjadi seperti kanker yang menggerogoti tubuh?
Sebenarnya, ketika kita mengampuninya, kegiatan itu menjadi seperti antibiotic yang mencari bagian-bagian tubuh yang terluka dan menyembuhkannya. Tidak gampang dan mungkin cukup lama. Tetapi ingat bahwa lebih baik memberi kesempatan terhadap diri sendiri untuk belajar mengampuni daripada berkata, tidak mungkin mengampuni. Dia pernah berkata : “Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu”(Mat 6:15). Jadi, ampunilah dia, dan tersenyumlah buat dia.

Klik disini untuk baca selengkapnya..

Selasa, 15 Juli 2008

PURPOSE DRIVEN LIFE


By Brother (http://sonnyelizaluchu.blogspot.com)

Apakah kehidupan jika tidak memiliki tujuan?
Banyak orang mengabaikan tujuan hidup. Padahal, tujuan adalah alat penggerak kehidupan itu sendiri. Dimana ada kehidupan di sanalah ada tujuan, demikian sebaliknya. Maka ketika orang tidak memiliki ataupun mengenali tujuan hidupnya, sebetulnya orang itu tidak memiliki hidup.

Hidup adalah keputusan. Setiap keputusan yang diambil tentunya mengarah pada tujuan. Itu sebabnya kita tidak boleh salah menetapkan tujuan di dalam hidup ini. Apakah itu di dalam pendidikan, pekerjaan, keluarga dan terlebih di dalam pelayanan. Tujuan akan membuat kita terfokus. Coba lihat orang gila. Yang seperti seterika 'bolak balik' tidak jelas kemana arahnya. Tujuan akan mengarahkan kemana setiap langkah kaki kita menempuh jalan. Ingat, setiap langkah kaki itu memberi jejak yang kelak ketika menoleh ke belakang, kita jadi tahu, hidup ini sudah benar-benar bermakna atau belum. Jejak akan memberi kita refleksi untuk menilai apakah sudha ada tujuan di dalam hidup ini dan tujuan itu mengarah kemana. Hidup penuh makna adalah perjalanan menuju tujuan-tujuan, yang hanya kita sendiri, menetapkannya. Tanpa tujuan hidup, maka hidup itu tidak punya makna sama sekali.

Tujuan juga tidak hanya membuat hidup kita terfokus dan terarah. Tujuan dapat membuat hidup kita bergairah. Setiap orang yang memiliki tujuan, maka hidupnya akan bergerak menuju sasaran-sasaran yang akan dicapainya. Hidup, diwarnai oleh tujuan ! Oleh sebab itu, jangan salah menetapkan sasaran. Tujuan yang salah akan menghasilkan hidup yang salah. Juga sebaliknya. Jadi sangat gampang sebetulnya menilai hidup seseorang. Apa yang ditampilkannya melalui karakter, gaya hidup, perkataan dan perilakunya, demikianlah ia adanya. Hidup di warnai oleh tujuan. Apa yang kita tampilkan di dalam hidup ini, berasal dari satu titik, tujuan yang akan di capai. Pencuri akan mewarnai hidupnya dengan segala usaha mengambil barang orang lain, karena memiliki tujuan untuk mencuri. Seorang pelajar tentu akan mengisi hari-harinya dengan belajar, membaca dan berlatih agar tujuan pendidikannya tercapai. Kita, yang melayani Tuhan, akan mewarnai hidup ini dengan segala hal menyangkut hubungan dengan Tuhan memalui doa, firman, pujian penyembahan, karena kita memang mau melayani. Tidak ada warna kehidupan yang bertolak belakang dengan tujuan hidup itu sendiri. Hidup pernuh makna adalah hidup yang diwarnai oleh tujuan.

Tujuan dapatlah menjadi sebuah mimpi jika tidak ada usaha untuk mencapainya. Tujuan hanya akan dapat dicapai jika kita mau pergi ke sana dan mendapatkannya. Perlu usaha untuk mencapai setiap tujuan yang telah kita tetapkan di dalam hidup ini. Bahkan usaha yang keras, semangat yang tidak pantang menyerah, harapan yang tidak pernah pupus dan keinginan untuk memperbaiki kesalahan. Itu semua berhubungan dengan 'membayar harga'. Sering terjadi orang mau pergi ke sebuah tempat dengan cara yang instant. Kita memang patut belajar dari keberhasilan orang lain mencapai tujuan hidupnya. Tetapi yang jauh lebih penting, yang membuat hidup lebih bermakna, adalah bagaimana kita belajar dari kehidupan setiap orang hingga ia mencapai tujuannya. Tujuan tidak dapat dicapai hanya dengan diam di tempat. Kita perlu pergi ke sana dan melakukan sesuatu. Thomas A. Edison ratusan kali gagal di dalam setiap percobaannya dan dia sama sekali tidak memiliki etos gagal. Dia mencoba dan mencoba lagi sampai bisa. Dia mau belajar dari kegagalan. Itulah kunci sukses hidupnya. Sejarah membuktikan bahwa Edison menjadi salah seorang ilmuwan yang paling banyak mencatatkan hak paten atas penemuan penemuan briliannya. To do something harus menjadi bagian kita saat bergerak mencapai tujuan.

Pertanyaannya adalah, bagaimana dengan anda? Di titik kehidupan di mana saat ini anda berdiri, coba lihat jejak kaki yang ada di belakangmu. Apakah sudah sesuai dengan tujuan atau belum. Bila tidak, maka belum terlambat memulainya kembali.

Keep on fire !!!

Semarang, Juli 2008 Klik disini untuk baca selengkapnya..

Jumat, 20 Juni 2008

Keseimbangan Pikiran


By NiekZ

Di suatu sore, saya menerima sms dari seorang teman dengan isi bahwa dia akan segera hengkang dari tempat pelayanannya. Dia bercerita bahwa seorang teman yang bekerja sama dengannya sebagai rekan sepelayanan memiliki visi yang berbeda dengannya. Jadi, karena sudah tidak sevisi lagi, jalan keluar terbaik adalah salah satu harus mengalah. Dan teman saya ini, memilih untuk megalah dan mencari jalan sendiri.

Saya menanggapi itu sebagai masalah yang cukup serius, karena saya tahu persis bahwa mereka berdua, adalah rekan kerja yang bersama merintis tempat pelayanan itu sampai menjadi besar sekarang ini. Saya tergelitik untuk mencari tahu lebih dalam, penyebab perbedaan itu terjadi. Ternyata, menurut teman saya, dulunya mereka memang sevisi, hanya saja lambat laun sering terjadi konflik hanya karena perbedaan pendapat.

Miris memang, sesuatu yang telah dibangun bersama akhirnya runtuh karena perbedaan pendapat. Saya jadi teringat pada permasalahan yang pernah saya alami dulu. Saya pernah memiliki teman baik. Seorang teman yang selalu ada ketika suka maupun duka. Suatu saat, perbedaan itu baru terasa ketika saya dengan niat tulus menyarankan dirinya yang sering sakit-sakitan untuk mengurangi lembur kerja sampai tengah malam. Pendapat saya dianggap mengendalikan kebebasannya. Saya hanya geleng-geleng kepala, sesuatu yang saya anggap bermanfaat terhadap dirinya dianggap merugikan kehidupannya.



Saya menjadi berpikir mengapa konflik dapat menjadi besar, padahal kedua orang yang memiliki relasi sebagai teman atau sahabat tersebut sudah mengenal watak masing-masing. Tenyata suatu konflik dapat menjadi besar apabila kita mulai dengan paradigma negatif. Begitu kita mulai dengan paradigma yang negative, maka suatu gejolak ataupun dinamika yang berbeda, kita akan rasakan dalam kerangka berpikir yang negative juga. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa semua orang biasanya seperti demikian.

Jika paradigma yang negative yang tersibak pertama kali, maka segala yang keluar dari pikiran adalah rancangan-rancangan yang mengarah pada paradigma negative tadi. Jadi, dapat ditebak, Jika dua orang yang bersahabat yang sebenarnya sudah mengenal watak masing-masing mulai berbeda pendapat, jika yang pertama kali muncul dipikiran paradigma negative maka yakinlah yang timbul adalah kecurigaan, tuduhan-tuduhan, yang terkadang tidak masuk diakal. Selajutnya, mulailah pikiran negative mengikuti, ia akan memikirkan jangan-jangan teman sedang merencanakan niat buruk, jangan-jangan teman sedang menceritakan rahasia kehidupan saya selama ini.

Aura paradigma negative itu terlihat dari bahasa tubuh yang mulai berbeda, cara bicara yang sudah mulai pelit, mimik wajah yang sudah tidak ramah, dan yang paling penting adalah suasana hati yang selalu mengira-ngira. Akibatnya, relasi dengan sesama rusak.

Sebaliknya, jika kita melulu mulai dengan pikiran yang positif, saya menyarankan untuk tidak terlalu nyaman. Sebagai contoh, seorang teman saya yang selalu memulai dengan pikiran positif, mulai percaya sepenuhnya terhadap sahabatnya dengan meminjamkan uang dalam jumlah yang besar. Akibatnya, ketika orang yang dipinjaminya menghilang karena tidak sanggup membayar pinjaman tersebut, ia menjadi stess dan mengutuki kebodohannya mempercayai temannya.

Kita tidak bisa menyalahkan pikirannya yang positif tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa bisa berakibat fatal? Penyebabnya adalah cara menikmati zona kenyamann pikiran positif yang berlebihan sampai melupakan satu kata yang penting, tetap waspada. Zona kenyamanan yang berlebihan akan mengakibatkan seseorang tidak peka terhadap perubahan atau perbedaan yang berdampak negative di sekitarnya.

Coba liat sebentar pada lambang lembaga peradilan. Ada timbangan yang dipegang oleh seorang dewi dengan pedang dan mata tertutup. Jika timbangan tersebut berat sebelah maka sang dewi akan menghujaminya dengan pedang sebagai suatu pertanda adanya ketikaadilan. Kita membutuhkan suatu keseimbangan, tidak berat sebelah pertanda kita memiliki hidup yang berimbang. Jika kita hanya melulu negative, maka yang keluar adalah pikiran dan dan tindakan yang negative. Jika melulu positif maka yang keluar pikiran dan tindakan yang positif. Kenyamanan keduanya harus dikurangi, karena itu diperlukan batang timbangan yaitu kewaspdaan yang akan selalu mengingatkan apabila zona kenyamanan sudah mulai statis.


Klik disini untuk baca selengkapnya..

Rabu, 18 Juni 2008

Mengeluh

by. Desmond

Sebuah kata sederhana yang mungkin jarang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi seringkali kita praktekkan langsung baik secara sadar maupun tidak sadar. Beberapa waktu lalu saya berkumpul dengan teman-teman lama saya. Seperti biasanya kami membicarakan mengenai pekerjaan, pasangan hidup, masa lalu, dan berbagai macam hal lainnya.

Setelah pulang saya baru tersadar, bahwa kami satu sama lain saling berlomba untuk memamerkan keluhan kami masing-masing seolah-olah siapa yang paling banyak mengeluh dialah yang paling hebat.
"Bos gue kelewatan masa udah jam 6 gue masih disuruh lembur, sekalian aja suruh gue nginep di kantor!"
"Kerjaan gue ditambahin melulu tiap hari, padahal itu kan bukan "job-des" gue"
"Anak buah gue memang bego, disuruh apa-apa salah melulu".
Kita semua melakukan hal tersebut setiap saat tanpa menyadarinya.

Tahukah Anda semakin sering kita mengeluh, maka semakin sering pula kita mengalami hal tersebut. Sebagai contohnya, salah satu teman baik saya selalu mengeluh mengenai pekerjaan dia. Sudah beberapa kali dia pindah kerja dan setiap kali dia bekerja di tempat yang baru, dia selalu mengeluhkan mengenai atasan atau rekan-rekan sekerjanya.

Sebelum dia pindah ke pekerjaan berikutnya dia selalu ribut dengan atasan atau rekan sekerjanya. Seperti yang bisa kita lihat bahwa terbentuk suatu pola tertentu yang sudah dapat diprediksi, dia akan selalu pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan berikutnya sampai dia belajar untuk tidak mengeluh.

Mengeluh adalah hal yang sangat mudah dilakukan dan bagi beberapa orang hal ini menjadi suatu kebiasaan dan parahnya lagi mengeluh menjadi suatu kebanggaan. Bila Anda memiliki dua orang teman, yang pertama selalu berpikiran positif dan yang kedua selalu mengeluh, Anda akan lebih senang berhubungan dengan yang mana? Menjadi seorang yang pengeluh mungkin bisa mendapatkan simpati dari teman kita, tetapi tidak akan membuat kita memiliki lebih banyak teman dan tidak akan menyelesaikan masalah kita, bahkan bisa membuat kita kehilangan teman-teman kita.

Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kita mengeluh? Kita mengeluh karena kita kecewa bahwa realitas yang terjadi tidak sesuai dengan harapan kita. Bagaimana kita mengatasi hal ini. Caranya sebenarnya gampang-gampang susah, kita hanya perlu bersyukur.

Saya percaya bahwa di balik semua hal yang kita keluhkan PASTI ADA hal yang dapat kita syukuri.

Sebagai ilustrasi, Anda mengeluh dengan pekerjaan Anda. Tahukah Anda berapa banyak jumlah pengangguran yang ada di Indonesia ?

Sekarang ini hampir 60% orang pada usia kerja produktif tidak bekerja, jadi bersyukurlah Anda masih memiliki pekerjaan dan penghasilan. Atau Anda mengeluh karena disuruh lembur atau disuruh melakukan kerja ekstra. Tahukah Anda bahwa sebenarnya atasan Anda percaya kepada kemampuan Anda? Kalau Anda tidak mampu tidak mungkin atasan Anda menyuruh Anda lembur atau memberikan pekerjaan tambahan.

Bersyukurlah karena Anda telah diberikan kepercayaan oleh atasan Anda, mungkin dengan Anda lebih rajin siapa tahu Anda bisa mendapatkan promosi lebih cepat dari yang Anda harapkan.

Bersyukurlah lebih banyak dan percayalah hidup Anda akan lebih mudah dan keberuntungan senantiasa selalu bersama Anda, karena Anda dapat melihat hal-hal yang selama ini mungkin luput dari pandangan Anda karena Anda terlalu sibuk mengeluh.

1. Bersyukurlah setiap hari setidaknya satu kali sehari.
2. Bersyukurlah atas pekerjaan Anda, kesehatan Anda, keluarga Anda atau apapun yang dapat Anda syukuri. Ambilah waktu selama 10-30 detik saja untuk bersyukur kemudian lanjutkan kembali kegiatan Anda.
3. Jangan mengeluh bila Anda menghadapi kesulitan tetapi lakukanlah hal berikut ini. Tutuplah mata Anda, tarik nafas panjang, tahan sebentar dan kemudian hembuskan pelan-pelan dari mulut Anda, buka mata Anda, tersenyumlah dan pikirkanlah bahwa suatu saat nanti Anda akan bersyukur atas semua yang terjadi pada saat ini.
4. Biasakan diri untuk tidak ikut-ikutan mengeluh bila Anda sedang bersama teman-teman yang sedang mengeluh dan beri tanggapan yang positif atau tidak sama sekali. Selalu berpikir positif dan lihatlah perubahan dalam hidup Anda.
5. Semakin banyak Anda bersyukur kepada Tuhan atas apa yang Anda miliki, maka semakin banyak hal yang akan Anda miliki untuk disyukuri."
Klik disini untuk baca selengkapnya..

Mencari sasaran Tembak

by.NiekZ
Saya sangat terkesan melihat Robinhood. Ia terkenal dengan ketepatannya mempergunakan busurnya untuk membidik sasarannya. Ia menjadi pahlawan ketika menghadapi musuhnya. Jarang sekali ia gagal dalam membidik, seolah sudah diciptaka sebagai satu-satunya contoh yang akurat di dalam sisi perhitungan di setiap film yang dibintanginya. Kekaguman saya semakin bertambah, ketika ia pada akhirnya mempergunakan seluruh kemampuan ketelitiannya untuk mengalahkan lawannya. Dan akhirnya, di setiap ujung ceritanya, ia menjadi pahlawan kebenaran. Tidak jauh berbeda dengan cerita Robinhood, penembak jitu di korps militer dilatih khusus untuk dapat menembak dengan tepat. Biasanya dimulai dengan ketepatan membidik lingkaran angka-angka di papan tembakan, sampai kepada membidik boneka yang diletakkan dari dekat sampai jauh. Setiap satu peluru yang ditembakkan tidak boleh sia-sia, diwajibkan tepat dan pas pada sasarannya. Hanya saja, penembak jitu selain bertujuan untuk menegakkan kebenaran ‘seperti cerita Robinhood’, iapun ditugaskan secara khusus untuk menembaki tokoh criminal atau orang-orang yang mengancam kehidupan orang lain, bahkan menembak tahanan yang telah dijatuhi hukuman mati.

Saya pernah bertanya kepada seorang teman yang berada di garis depan korps militer. Ia pernah ditugaskan di Libanon, dan berada persis di daerah rawan militer. Saya menanyakan apakah ia pernah menembak orang sampai tewas. Ia menjawab dengan nada ringan bahwa itu sudah menjadi bagian tugasnya sebagai penjaga garis depan. Saya mendesak untuk menanyakan dimana hati nuraninya dikala ia melaksanakan tugasnya. Dengan santai juga ia menjawab bahwa, hati nurani hanya bergejolak saat pertama kali dan kedua kali melakukannya, setelah itu menjadi kebal. Saya kembali mendesak apakah ia tidak takut pada penghukuman Tuhan? Ia hanya menggeleng dan memberi pendapat bahwa ia memilih untuk menjadi alat Negara. Oleh sebab itu, segala hal yang berhubungan dengn kewajiban terhadap pekerjaan harus dilaksanakan. Jika itu mengakibatkan Tuhan menghukum dirinya, itu adalah konsekuensi nantinya. Dan iapun ingat bahwa pembalasan adalah hak Tuhan.

Saya juga sering mendengar bahwa dua orang yang saling mencintai pada akhirnya memilih jalan sendiri-sendiri. Artis, tetangga, saudara, kerabat, teman kerja kita, saat memilih untuk menjauh dari aura kita, sering kali diakhiri dengan saling tuding menuding. Entah itu siapa yang benar dan salah, buntutnya adalah saling menyalahkan. Barulah perpisahan itu terjadi. Suasana yang panas dan saling mencari kelemahan lawannya, seringkali menjadi proses yang harus dilalui. Setelah mencapai klimaksnya, kemudian barulah terjadi perpisahan sebagai anti klimaks. Andai itu pernah menyimpan memori yang baik, mengapa harus bertikai dulu sebelum mengakhirinya?

Fakta seperti ini seolah menjadi penanda bahwa seringkali, kita berusaha untuk mencari tahu kelemahan dan kesalahan orang lain barulah kemudian menembaknya dengan jitu. Jika sudah memiliki kartu AS lawan, maka yang terjadi kemudian adalah kita seperti memburu harta karun. Segala yang buruk menjadi lebih kelihatan dari pada yang baik. Segala yang indah dulunya menjadi tidak berarti seolah sumir dan tawar. Jadi, niatan Robinhood dan penembak jitu untuk menegakkan kebenaran berbeda arah dengan saat kita mempergunakan kesalahan dan kelemahan teman, sahabat, orang yang kita cintai, rekan kerja, untuk kemudian menghantamnya kembali. Semula yang indah dengan penuh romantika menjadi kehilangan makna dengan banyaknya kekecewaan yang kita pendam. Semakin kita memaafkan teman yang terdekat sekalipun tanpa mengkomunikasikan kesalahan yang sebenarnya, maka itu akan menjadi seperti gunung es yang suatu saat akan mengalami letusan. Memendam masalah itu bukan solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Tidak kalah penting juga, ketika kita berada di pihak yang sedang dievalusi, benar tidaknya tindakan kita, nyaman tidaknya perasaan orang yang sedang berada disekitar kita, kitapun sewajarnya terbuka dengan setiap perubahan, baik perubahan suasana hati orang lain, pikiran orang lain bahkan kritikan orang lain. Memang tidak segampang seperti kata “gitu aja kok repot”, tetapi apabila kita memaknai istilah tersebut, maka kita akan melihat perbedaan dan perubahan itu sebagai suatu dinamika. Simpelnya, cobalah untuk mengkomunikasikan dengan tepat dan dengan orang yang tepat apa-apa yang tidak mengena di hati. Terimalah setiap masukan dan krikitikan dengan baik, seperti istilah positive thinking. Lalu lalukanlah perubahan itu jika itu demi tujuan yang baik, jika tidak maka komunikasikan kembali agar tidak terjadi kesalahan yang berlarut-larut. Cobalah, mungkin bermanfaat
Klik disini untuk baca selengkapnya..

Inspirasi darimu

Tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk meyakini Dia yang sedang menjadi buah bibir itu pun menjadi sumber inspirasi dalam hidupku. Terlebih lagi menjadi sumber kehidupan yang menyemangati aku. Bahkan menjadi keyakinanku dalam menjalani pekerjaanku. Seperti istilah di zaman ini yang sedang ngetren “kunci keberhasilan” atau seabrek istilah keren lainnya. Yang kusadari sepenuhnya aku tidak pernah bermimpi mengenal Dia seperti ini, seorang pengusaha yang sukses. Dengan kekayaan materi yang banyak dan pengikut yang setia menuruti perintahku. Kalau orang berbicara tentang aku, mereka selalu beranggapan bahwa aku matre, tukang ngompas uang, tukang pukul, tukang paksa, atau apalah itu. Ah…aku masa bodoh dengan apapun yang mereka katakan. Yang penting aku adalah pemungut cukai yang sangat disegani di seluruh Yerikho tempat aku berada dan menjadi wilayah kekuasaanku sekarang. Aku bangga menjadi diriku sendiri.

Sebenarnya, di dalam hati kecilku aku sangat merindukan ketenangan. Ketenangan dalam menjalani aktivitasku. Aku sangat ingin merasa nyaman. Baiklah, aku jujur dalam perasaanku. Andai saja aku bisa memilih, aku sangat ingin menjadi orang yang dikasihi. Terasa aneh ya dengan apa yang kurasakan saat ini. Kalau mungkin seorang psikolog menemuiku, mungkin saja dia akan berkata “kamu kesepian”. Yaaaahhh memang benar. Sebenarnya, aku sangat kesepian. Tidak ada orang yang menyayangi aku, memperhatikan aku. Yang ada adalah mereka ketakutan kepadaku. Mereka seakan melihatku seperti virus atau bahkan kanker yang semestinya dihindari. Ahhh…masgulnya

Selain itu, hal yang sangat terasa berat lagi adalah di kala aku hendak tidur. Aku sering kali menganggap tidur adalah waktu terakhir dalam hidupku. Artinya, tidur semestinya dijauhkan dalam hidupku, sebab aku sangat takut terhadap kematian. Andai saja tidur itu adalah waktu terakhir di dalam hidupku, kemana aku akan pergi. Kalau dalam keyakinanku, aku akan berada dalam dimensi kehidupan lain yang menyeramkan, Dimana akan ada api kekal yang menyambar tubuhku, menghanguskan dagingku, dan membuatku menjerit ketakutan sepanjang abad.

Melewati hari-hariku yang sunyi, aku mulai mencari kesejukan itu. Tidak perduli tentang buruknya anggapan mereka, seberapa besar harta yang telah aku kumpulkan itu akan hilang, atau bahkan meninggalkan kesuksesan pekerjaan yang sedang kukerjakan saat ini. Yang penting, aku harus mencari kesejukan itu. Harus....

Di pagi hari yang indah itu, aku mendengar selentingan kabar bahwa Dia akan datang melewati kotaku. Dia yang selama ini diam-diam menumbuhkan rasa penasaran dalam hatiku. Kudengar kalau dia selalu membuat orang lain terpesona dengan kata-kata bijaknya. Dia yang selalu megang tangan dengan belas kasih. Dia yang membuat banyak mujizat kesembuhan, terakhir menyembuhkan orang buta dekat kotaku. Yang kumengerti Dia adalah tokoh agama yang luar biasa. Meskipun dia ditolak dimana-mana, tapi dampak khotbahnya luar biasa menggegerkan. Dia sangat bersahaja, lemah lembut, sabar, rendah hati tetapi jangan salah, Dia kudengar pernah marah ketika rumah tempat Dia beribadah dijadikan pasar dadakan. Bagiku itu tidak salah, masa rumah tempat ibadah dijadikan pasar dadakan, mall kaleee yang bisa dibuat pasar. Selain itu, Dia mau duduk bersama kaum yang terpinggirkan. Lihat saja, apakah ada pejabat yang mau makan bersama orang-orang miskin, kalau gak karena kampanye. Dia malah tidak ikut ikutan melempari perempuan pendosa dengan batu, dengan santai dia berucap “lempar aja perempuan itu kalau merasa belum pernah berbuat dosa selama hidup di dunia”. Aku tau maksudnya, Dia ingin bersahabat dengan siapapun. Apakah dengan aku juga. Aku bergegas bersiap-siap melihatNya dari dekat. Tetapi aku tidak ingin dilihat siapapun di sini. Aku tau Dia akan melewati jalan ini. Nah…itu pohon yang kucari. Dia tidak akan melihatku bersembunyi di situ, bahkan orang lainpun tidak akan menyangka aku berada di atas, karena aku pendek, dan kecil. Cukup kecil jika dibandingkan rimbunnya dedaunan pohon ara ini. Di dalam hati kecilku, aku ingin sekali mendengar cerita bijak dan penuh harapan, agar aku pun menemukan kesejukan di dalam hidupku. Itu dia..yah itu dia. Aku bisa melihatnya. Ternyata wajahnya penuh ketenangan, padahal banyak orang yang mengikutinya. Senyumnya sangat menentramkan. Aku mulai merasa berdebar-debar, Dia mendekat, mendekat kearah pohon ara ini. Semoga tidak seorangpun mendongakkan kepalanya, aku malu jika ketahuan.

Bagai disambar geledek aku terhenyak, benarkah dia memanggilku. Sekali lagi “Turunlah, aku mau menumpang di rumahmu? Benar kah? Ini bukan mimpi. Aku mencubit kulit tanganku..aduh, sakit! Berarti nyata adanya. Dia melihatku, Dia memanggilku turun, Dia mau bermalam di rumahku. Aku turun dan sama sekali tidak perduli dengan tatapan sinis mereka. Aku tau, aku mendapatkan apa yang kucari. Aku menemukan kesejukan itu. Aku menemukannya dalam diriNya. Dia mencariku, Dia menerimaku apa adanya. Tidak seperti mereka yang selalu mengganggapku pendosa. Aku berdiri di hadapNya. Entah kekuatan dari mana, aku meloncat dengan sukacita, aku berseru “ Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” masa bodoh dengan kenikmatan dunia yang kujalani ini.Bagai diberi durian runtuh, aku mendengar Dia menjawabku “Hari ini telah terjadi keselamatan di rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang”. Dengerin, jika Dia bisa datang kepadaku yang penuh dengan dosa dan kemunafikan ini, masakan Dia tidak mau datang kepadamu kalau engkau mau membuka pintu hatimu buat dia hari ini. Tidak ada kata terlambat, bukalah hatimu buat Dia.
Klik disini untuk baca selengkapnya..

Bahagia

Menarik untuk direnungkan, tentang makna kebahagian bagi diri sendiri. Banyak orang mengatakan bahwa ukuran kebahagiaan adalah ketika ia mendapatkan banyak uang untuk bersenang-senang. Ada juga yang menyatakan bahwa ukuran kebahagiaannya ketika ia mendapati dirinya telah mendapatkan pekerjaan. Lain lagi bagi sebagian orang yang menyatakan bahwa ia bahagia karena telah menemukan tambatan hati dan segera menikah. Upsss… semua jawaban di atas tidak ada yang salah. Semua berasal dari isi kepala dan isi hati yang berbeda.

Lalu bagaimana sebenarnya ukuran kebahagiaan itu? Apakah ia pantas diukur sesuai dengan tingkat materi uang yang kita punya? Apakah ia pantas diukur sesuai dengan jumlah orang yang memenuhi undangan kita?? Atau saat ketika semua isi sms di HP hanyalah ucapan selamat atas keberhasilan kita meraih jabatan, ato gelar, ato kerja, atau kenaikan gaji (Hmm)??? Ini hanya sekedar contoh soal, masih banyak contoh lain di sekitar kita. Jika semua hal tersebut adalah alasan untuk disebut bahagia, maka tidaklah tidak mungkin kebahagiaan akan berakhir seiring dengan masa pencapaian itu berakhir. Kalau begitu, bagaimana dengan kata bahagia itu sendiri? Menjadi sesaatkah seiring dengan masa waktu pencapaian berakhir. Hmmm…jika demikian untuk apa bahagia kalau tidak bisa dinikmati sepanjang hidup? Untuk apa bahagia kalau hanya menjadi bagian hitungan hari, bulan dan tahun?

Sedikit berteori, bagi Maslow manusia memiliki jenjang kebutuhan. Masing-masing orang memiliki kebutuhan yang dapat saja sama bahkan berbeda dari orang lain, sekalipun mereka memiliki hubungan pertalian sedarah. Kebutuhan yang terpenuhi itulah yang akan membuat seseorang puas, atau dengan kata lain bahagia karena keinginan atau kebutuhannya terpuaskan. Jika tidak terpenuhi atau gagal tercapai, seseorang akan merasa kecewa, sedih bahkan depresi. Selanjutnya kita lihat apabila kebutuhan itu telah tercapai, maka kebutuhan itu pula akan membawa seseorang untuk melangkah demi memenuhi kebutuhan lain, demikian terus menerus sepanjang waktu yang dilalui oleh manusia. Sebagai contoh jika seseorang telah meraih gelar sarjana, maka ia kemudian memikirkan bagaimana agar mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pencapaian prestasinya. Setelah itu, terang saja, ia kemudian menggagas rencana untuk mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan keuangan yang bagus. Nah setelah keinginannya tercapai, ia kemudian melangkah untuk mendapatkan tambatan hati yang akan menemani dirinya sepanjang hidup. Demikian seterusnya,dan seterusnya, pada dasarnya keinginan manusia bergerak maju.

Bagi maslow kebutuhan manusia
Pertama, menyangkut berbagai hal yang fisik, seperti makan, pakaian, seks, bersentuhan dengan pasangan, rumah, mobil, perhiasan dan lain sebagainya. Yang penting segala sesuatu yang berhubungan dengan kepuasan fisik.
Kedua, segala hal yang berhubungan dengan rasa aman. Disini sangat berbeda dengan kebutuhan fisik. Terlindung dari kejahatan, ketenangan bathin untuk menikmati pekerjaan, terhindar dari segala bentuk tekanan, baik dari atasan, rekan kerja, tetangga, ataupun suami/istri. Kebutuhan ini menyangkut sisi psikologi dari seseorang untuk menikmati sesuatu yang sedang dilakukannya ataupun memiliki sesuatu. Ketiga, kebutuhan untuk diterima dalam suatu lingkungan sosial. Kebutuhan yang seperti ini akan mempengaruhi seseorang untuk dapat diterima ataupun bergabung dengan lingkungan dimana dia akan bekerja, atau berinteraksi. Oleh sebab itu, seindividualnya seseorang, iapun memiliki kebutuhan untuk dapat diterima di suatu lingkungan tertentu.
Keempat, kebutuhan terhadap pengakuan. Seseorang yang sudah mendapatkan sesuatu ataupun melakukan sesuatu, ia memiliki kebutuhan untuk diakui bahkan jauh dilubuk hati ada keinginan untuk memperoleh sebuah pujian. Bukankah pujian akan melahirkan hal positif bagi pengembangan diri seseorang?
Kelima, yang terakhir adalah kebutuhan terhadap aktualisasi diri. Seseorang yang sudah dewasa akan memikirkan bagaimana caranya agar ia dapat mengembangkan sisi lain dalam dirinya. Dulu sewaktu kita masih kecil, seringkali kita berpikir kelak akan menjadi seperti apa. Nah, kebutuhan inilah yang pada akhirnya setelah dewasa akan diwujudkan sebagai suatu ambisi dalam kehidupan.

Tidak lari dari teori di atas, mari kita mulai untuk melihat dari diri sendiri. Apakah orientasi kebutuhan kita sekarang masih diletakkan pada kebutuhan fisik? Misalnya, belum mendapatkan uang yang cukup untuk biaya hidup sehari-hari, gajinya belum mengalami kenaikan, seks belum terpuaskan dengan benar karena segala hal yang berhubungan dengan legalitas hukum dan agama belum terpenuhi, tunggakan masih banyak, dan masih banyak lagi. Ataukah jika itu semua telah terpenuhi ataupun mulai memuaskan pelan-pelan, kebutuhan kita mulai merambah pada kenyaman dalam bekerja, ataupun dalam membina hubungan dengan kekasih atau rekan kerja. Ataukah malah kita sudah tidak berkutat lagi dalam hal tersebut melainkan sudah mulai mempersiapkan diri untuk mulai memperbaiki kualitas pribadi sehingga apa yang diangankan ataupun dicita-citakan selama ini dapat tercapai?

Nah, mari kita sejenak berdiam diri untuk melihat dengan benar dimanakah kita meletakkan tolak ukur kebahagiaan diri kita? Masihkah kita selalu mengutak-atik yang itu itu saja tanpa mengalami perkembangan? Adakah kita hanya duduk diam menangisi persoalan hidup (yang pada dasarnya selalu ada sepanjang hidup)? Saya sepakat dengan Maslow dalam mengatakan bahwa kebagiaan itu akan terus bergerak maju, sesuai dengan tingkat kebutuhan manusia. Hanya saja saya lebih memilih untuk tidak hanya membagi kebutuhan dalam berbagai tingkatan dan mengambil tolak ukur terhadap pencapaian itu. Bagi saya kita akan terperangkap dalam menilai sesuatu itu bahagia atau tidak dari sisi pencapaiannya. Akan lebih berarti jika, kita dapat menikmati kebahagiaan, jika kita menikmati setiap waktu yang kita punyai. Tentu saja tidak hanya menikmati tetapi turut bertanggungjawab terhadap waktu yang kita lewati tersebut. Akan ada hal lain yang lebih bermakna jika kita lebih memikirkan bagaimana agar setiap waktu menjadi bermanfaat. Dari pada melulu meletakkan orientasi berpikir pada hal yang itu-itu saja, ataupun menargetkan hanya akan bahagia jika telahSaya di sini hanya member usul dikit…monggo kalau diterima. Pikirkan kembali kalau tidak diterima, dan setidaknya cobalah sekali aja melakukannya jika tidak setuju. Betapa nikmatnya kebahagian jika ukuran kebahagiaan diletakkan pada upaya kita menikmati setiap waktu yang Tuhan beri dalam hidup kita banyak keajaiban sana-sini yang akan kita rasakan hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun sepanjang hidup. Bahagia hanya akan terus dinikmati apabila tidak dibatasi dengan tembok keinginan diri sendiri. Tidak dalam ruang waktu tertentu, tidak dibatasi dengan ukuran-ukuran matematika, tidak didasari dengan kegairahan psikologi bahkan lonjakan adrenalin kita yang maha dahsyat sekalipun. Bahagia ya...setiap hari…bahagia ya…setiap waktu..kalau tidak bahagia ya…usahakan tetap bahagia…setidaknya menikmati ritme ini. Karena seingatku, sesuatu yang terlalu berlebihan dan kekurangan tidaklah mengenakkan. Sesuatu yang seimbang dan kadang-kadang melonjak baik sedap maupun pedas lebih nikmat dari pada datar-datar saja, ataupun enak-enak saja, biasanya jika hanya enak atau pedes saja, maka akan terasa eneg sendiri. Akhirnya, kebahagiaan itu sebenarnya terletak di diri kita, bagaimana kita menikmatinya dan bagaimana kita mengolah setiap pikiran dan perasaan kita. Tetaplah bersukacita pada setiap waktu yang Tuhan beri, niscaya bahagia akan selamanya jadi milikmu Read: Filipi 4:4 “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah
. Klik disini untuk baca selengkapnya..